What is this? From this page you can use the Social Web links to save Dilema Keanggotaan OPEC to a social bookmarking site, or the E-mail form to send a link via e-mail.

Social Web

E-mail

E-mail It
June 17, 2008

Dilema Keanggotaan OPEC

Posted in: Social Engineering

Oleh Brian Yuliarto* (Tulisan sejenis telah dimuat di HU Republika 16 Juni 2008)

Harga minyak dunia yang terus naik membuat banyak negara pengkonsumsi minyak terkena dampaknya. Kesulitan pemerintah hampir merata terjadi di banyak negara terutama mereka yang lambat mengantisipasi kenaikan harga minyak ini. Meskipun trend kenaikan harga minyak sudah banyak diprediksikan oleh berbagai analist sejak tahun 2005, kelemahan dalam pengambilan kebijakan energi membuat saat ini Indonesia terjebak dalam situasi sulit. Pemerintahpun membuat suatu wacana Indonesia keluar dari OPEC. Sebenarnya kenaikan harga minyak dunia yang fantastis membuat negara-negara pengekspor minyak secara tiba tiba mendapatkan pemasukan yang berlipat-lipat dari penjualan minyak mereka. Itulah yang saat ini terjadi di negara-negara anggota OPEC dan Timur Tengah.

Sebuah laporan dari Analist Energy and Capital menyatakan bahwa kenaikan harga minyak yang terjadi selama tahun ini saja diperkirakan akan memberikan kenaikan pendapatan negara-negara anggota OPEC mencapai 1 Trilliun US$, melebihi prediksi dari Departemen Energi Amerika di awal tahun sebesar 150 Milyar US$ [1]. Meskipun begitu Indonesia yang juga salah satu anggota OPEC ternyata bukanlah termasuk negara yang berbahagia dengan kenaikan hargnya minyak yang melambung tinggi ini. Meskipun produksi minyak Indonesia masih relatif besar yaitu mencapai 900.000 barel per hari, ternyata konsumsi minyak negeri ini lebih besar dari produksinya yaitu sekitar 1,1 juta barel perhari yang membuat Indonesia sebenarnya bukan lagi net eksportir minyak.

Sejak menjadi anggota OPEC tahun 1962, baru pada tahun 2004 Indonesia mulai mengimpor minyak dari Saudi Arabia, Iran dan Kuwait. Ini dikarenakan menurunnya tingkat produksi dan langkanya sumber-sumber penemuan minyak baru sementara konsumsi minyak terus meningkat setiap tahunnya. Cadangan minyak terbukti (proven oil reserves) yang dimiliki Indonesia pada tahun 2005 sekitar 4.301 metrik barrel (MB) atau sekitar 0,47% dari cadangan seluruh anggota OPEC atau sama dengan 0,37% dari cadangan seluruh dunia. Nilai ini memang jauh dibawah cadangan minyak terbukti sebelas negara anggota OPEC lainnya yang diatas 35.000 MB (kecuali Angola sekitar 10.000 MB, Algeria sekitar 12.270 MB dan Qatar 15.207 MB) [OPEC Proven Oil Reserves, 2006]. Menjadi net importir minyak sejak tahun 2004 menjadikan posisi Indonesia sangat rentan terhadap fluktuasi harga minyak dunia. Posisi anggota OPEC yang masih mempunyai 77% (922 bn barrels reserves) dibandingkan non-OPEC yang hanya 23% (273 bn barrels) paling tidak membuat posisi tawar OPEC cukup tinggi dalam penentuan basis produksi dan harga minyak minyak dunia. Dengan posisi produksi dan konsumsi minyak Indonesia diatas, sebenarnya pertimbangan keluar dari OPEC sangat beralasan karena sebagai net importir minyak, Indonesia memiliki kepentingan agar harga minyak rendah. Keinginan ini justru bertentangan dengan OPEC yang mengininkan harga minyak tetap tinggi. Keluarnya Indonesia dari OPEC juga berarti dapat menghemat 2 Juta Euro pertahun keanggotan OPEC.

Meskipun begitu ada beberapa faktor lain yang perlu diperhatikan sebelum keputusan keluar dari OPEC benar-benar dibuat:

Pertama, Indonesia sebenarnya merupakan negara yang cukup terpandang diantara negara anggota OPEC lainnya. Meskipun bukan termasuk pendiri OPEC, Indonesia menjadi negara awal yang bergabung dengan OPEC pada tahun 1962 setelah didirikan pada tahun 1960 oleh Irak, Iran, Saudi Arabia, Venezuela dan Kuwait. Posisi Indonesia yang merupakan satu-satunya anggota OPEC yang ada di Asia Timur menjadikan peran Indonesia sangat signifikan dalam berbagai kebijakan OPEC. Kepemimpinan Subroto sebagai Sekjen OPEC terlama dalam sejarah OPEC juga menunjukkan besarnya peran Indonesia dalam membangun OPEC. Sebagai negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia juga memiliki posisi strategis diantara anggota OPEC lainnya yang sebagian besarnya adalah negara timur tengah. Dengan menjadi anggota OPEC maka sesungguhnya Indonesia akan memiliki peran yang penting yang sesuai dengan amanat UUD 45 yaitu politik bebas aktif. Keluarnya Indonesia dari keanggotaan OPEC akan membuat posisi tawar Indonesia di dunia internsional menjadi lebih lemah

Kedua, kalau melihat peran yang dimainkan selama ini, sebenarnya OPEC bukanlah suatu kartel minyak yang murni. Dengan posisi yang senantiasa terbuka dalam penentuan kuota dan harga minyak, maka OPEC cenderung memperhatikan pengaruh ekonomi dunia dalam setiap kebijakan harga minyak dunia. Bahkan negara-negara produsen minyak yang berada diluir keanggotaan OPEC yang disebut sebagai Shadow OPEC juga senantiasa diundang untuk menghadiri pertemuan rutin OPEC dalam penentuan produksi dan harga minyak. OPEC sendiri dalam konfrensi akhir Mei 2008 di Viena menyatakan bahwa kenaikan harga minyak dunia yang tinggi bukanlah kesalahan OPEC karena produksi minyak seluruh anggota OPEC sebenarnya hanya berkisar 40% dari minyak yang ada di pasar. OPEC menyatakan bahwa tingginya harga minyak lebih karena permainan spekulasi pasar. Ini artinya posisi Indonesia yang net importir minyak semestinya tidak terlalu bertentangan dengan posisi OPEC sebagai kartel producen minyak dunia.

Ketiga, dengan cadangan minyak yang masih 70% dikuasai oleh negara-negara anggota OPEC, peranan OPEC ke depan sebenarnya masih akan sangat penting terutama dalam kaitannya dengan pasokan energi dunia. Kebijakan energi di Indonesia yang masih membutuhkan minyak dalam jangka panjang membuat Indonesia seharusnya memiliki hubungan yang erat dengan negara-negara produsen minyak seperti OPEC. Dengan keanggotaan Indonesia di OPEC setidaknya Indonesia telah memastikan memiliki jaringan yang menjamin pasokan energi khususnya minyak bumi sehingga ketahanan energi kita lebih terjamin keamanannya.

Keempat, selain bertujuan mengontrol harga minyak melalui pengaturan produksi, OPEC sebenarnya juga memiliki tujuan menjaga pertumbuhan ekonomi negara-negara anggotanya. Tujuan ini yang sebenarnya perlu dimainkan secara aktif oleh pemerintah Indonesia melalui perwakilannya yang ada di OPEC. Jasa Indonesia yang terbilang tidak kecil dalam pertumbuhan OPEC dan kebersamaan selama lebih dari 45 tahun dengan negara anggota OPEC lainnya, merupakan bekal yang cukup bagi Indonesia untuk mendapatkan bantuan dalam kondisi sulit saat ini. Seorang pakar ekonomi politik Iran Abdolreza Ghofrani bahkan menyatakan bahwa OPEC akan sangat kehilangan dengan keluarnya Indonesia dari keanggotaan OPEC. Lebih jauh Abdolreza juga mengingatkan seharusnya negara-negara anggota OPEC lainnya berperan aktif membantu Indonesia mengingat posisi Indonesia yang penting dalam keanggotaan OPEC.

* Direktur Eksekutif Indonesia Energy Institute (INDENI), Staf Pengajar Teknik FĂ­sica ITB


Return to: Dilema Keanggotaan OPEC