Indonesian Quality Culture

Tulisan menarik di BaliPost:

Dari tulisan ini sudah dapat dikatakan bahwa ’semangat untuk melakukan konservasi kebudayaan tradisional langka’ sudah diimplementasi dengan karya nyata oleh budayawan/seniman-seniman di Bali. Mereka tidak terlalu hiruk pikuk untuk membicarakan dan mendiskusikan masalah ‘konsep konservasi’ itu sendiri. Sudah sepatutnyalah kita sebagai bagian dari masyarakat yang pernah memiliki ‘budaya seni tradisional langka’ memberikan apresiasi yang tulus dan juga berupaya untuk ikut berpartisipasi untuk melestarikannya, sekecil apapun upaya yang bisa kita berikan untuk maksud tersebut.

Terima kasih Bapak Jero Dalang Made Wijana, mudah2an ‘Labda Karya’ …. :-)

http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2008/5/24/kul2.htm

Revitalisasi Gambang Buleleng


Ramuan Seni Baru dari Perpaduan Seni Langka

Sebagai daratan yang memiliki peradaban yang cukup tua, Kabupaten Buleleng memang memiliki banyak jenis kesenian klasik. Salah satunya adalah jenis gamelan gambang yang diyakini sudah ada di Buleleng ketika Majapahit belum memberi pengaruh terhadap kehidupan seni-budaya Bali. Seperti juga kesenian klasik lain, seni gambang kini nyaris tak pernah terdengar gaungnya. Bahkan, keberadaannya pun kini makin langka. Meski begitu, sejumlah seniman gambang di Bali Utara mulai mengambil ancang-ancang untuk menghidupkan kembali seni tua itu. Caranya antara lain seni gambang dipadukan dengan seni klasik lain seperti seni okokan, seni ngoncang dan sunari. Apakah dengan cara seperti itu gambang bisa dikenal kembali salah satu jenis kesenian Bali yang adiluhung?

=====

SELAIN di Buleleng gambang juga ada di daerah lain seperti Tenganan dan Bebandem (Karangsem), Singapadu, Saba dan Blahbatuh (Gianyar), Kesiut (Tabanan) serta Kerobokan dan Sempidi (Badung). Di Buleleng sendiri keberadaan gambang tak lebih dari 10 buah. Di Kecamatan Tejakula tertinggal hanya satu kelompok seni gambang, di Kecamatan Kubutambahan satu kelompok, di Kecamatan Sawan satu kelompok, di Kecamatan Buleleng terdapat dua kelompok, di Kecamatan Sukasada dua kelompok, dan di Kecamatan Banjar satu kelompok.

Anggota kelompok itu pun jumlahnya tidak banyak. Paling hanya satu atau dua orang yang benar-benar mahir memainkan gamelan gambang. Selain jumlahnya sedikit, intensitas pergelarannya juga sangat langka. Ini terjadi karena sebagai seni klasik dan disakralkan, gambang tak bisa dipentaskan di sembarang tempat. Gamelan itu hanya dimainkan pada saat upacara-upacara ngaben.

Di Padangbulia, misalnya, gambang yang dipercaya sudah ada sejak desa itu dibangun hanya dipentaskan saat upacara ngaben dan odalan. Dan, sangat jarang dikeluarkan pada hari-hari biasa. Karena tidak populer, warga di Padangbulia tidak banyak yang tertarik untuk mendalami seni gambang. Namun begitu, ternyata masih tetap saja ada sejumlah warga yang begitu setia menggeluti gambang. Salah satunya adalah Jero Dalang Made Wijana. Artinya, di desa tempat gambang itu disemayamkan saja tidak begitu dikenal dekat oleh warganya, apalagi di desa lain yang tak memiliki gamelan gambang.

Menurut Jero Dalang Made Wijana, gambang yang kini disakralkan di Desa Padangbulia memiliki sejarah cukup panjang. Konon gambang itu sudah ada pada zaman kebesaran Patih Kebo Iwa yang memang dipercaya pernah tinggal di Desa Padangbulia. Bekas-bekas tapak kaki Kebo Iwa masih ada di Padangbulia,” kata Jero Dalang Wijana.

Saat Kebo Iwa di Padangbulia itu, kata Jero Dalang Wijana, gamelan gambang mulai dibuat lalu menjadi peninggalan suci hingga kini. Menurut Jero Dalang, gamelan gambang itu dianggap sakral dan hanya dipentaskan pada saat upacara pitra yadnya. Gambang sendiri terdiri atas dua suku katagadanmbang”. Gaberarti jalan, ”mbangartinya kesunyian. Gambang artinya penuntun jalan bagi sang Atma menuju ke Sunialoka,” terangnya.

Mungkin karena fungsi gambang secara spiritual untuk menuntun atma ke wilayah sunyi itulah maka nasib gambang sendiri hingga kini tetap sunyi. Anak-anak muda lebih suka memainkan gamelan gong kebyar yang dianggap bisa memberikan ruang lebih besar untuk eksis dan dikenal oleh publik yang lebih luas. Bahkan dalam pergaulan kesenian anak muda, gambang dinilai sebagai jenis kesenian yang khusus digeluti para orang tua, sehingga mereka mungkin akan belajar gambang ketika mereka sudah memasuki usia tua.

Paduan Seni Langka

Meski sunyi, seniman gambang tampaknya tak pernah menyerah untuk berjuang melestarikan kesenian gambang di Bali. Jero Dalang Made Wijana kini bahkan mulai membuat gamelan gambang baru yang secara khusus akan dipadukan dengan jenis-jenis kesenian lain. Gambang yang dibuat Jero Dalang ini bentuk dan nadanya tetap sama dengan gambang peninggalan nenek moyangnya di Padangbulia. Namun gambang itu akan digunakan dalam pergelaran yang lebih profan, misalnya sebagai seni pertunjukan yang dipadukan dengan alat gamelan lain.

Jero Dalang yakin nada-nada yang ada pada gamelan gambang memiliki keserasian dengan alat-alat gamelan baru. Apalagi hingga kini nada-nada yang dihasilkan gamelan gambang tidak jelas antara nada pelog atau selendro. Ada yang bilang gambang itu pelog, ada yang bilang selendro, tapi bagi saya pelog atau selendro tetap sama asalkan bagus didengar telinga,” katanya.

Buktinya, dari hasil eksperimen yang dilakukan Jero Dalang beberapa bulan ini, gambang ternyata memiliki kecocokan dengan jenis gamelan lain. Ia pernah memadukan gambang dengan angklung yang menghasilkan nada perpaduan cukup bagus. Selain angklung, ternyata gambang juga kerap disandingkan dengan Gong Gede. Menurutnya, berbagai eksperimen bisa dilakukan agar gambang bisa dikenal kembali. Sebagai dalang, saya juga ingin memainkan wayang dengan iringan gambang,” katanya.

Wayan Sujana, pinisepuh Sanggar Santi Budaya, Singaraja, juga mulai mengembangkan eksperimen untuk mengembangkan seni gambang di Buleleng. Dalam Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-30 ini, Sujana bersama seniman-seniman muda di Buleleng membuat sebuah garapan seni gambang yang digabungkan dengan okokan, sunari atau suling dan seni ngoncang. Okokan dan ngoncang juga termasuk seni langka di Buleleng.

Kini seni ngoncang dengan ketungan (tempat penumbuk padi) saat ini hanya bisa ditemukan di Dusun Kedu di Panji, <s