Archive for October, 2008

Ke Jakarta Naik KA Parahyangan Lagi

Friday, October 17th, 2008

Sejak adanya jalan tol Bandung - Jakarta praktis saya tidak pernah naik kereta api (KA) lagi kalau ke Jakarta. Oleh karena itu ke Jakarta dengan menggunakan KA Parahyangan lagi perlu “diperingati”. Saya harus ke Jakarta untuk mengurus visa dalam rangka kunjungan kerja ke Jerman. Loket di kedutaan buka pk 08.30 dan saya ingin tiba di sana tepat waktu. Moga-moga proses lancar dan dapat segera kembali ke Bandung agar bisa melanjutkan kegiatan rutin atau kerja. Setelah memperhitungkan kemungkinan kemacetan di jalan (yang dari hari ke hari semakin parah) maka saya putuskan untuk pergi dengan menggunakan KA Parahyangan dari Bandung pk 05.00. Menyenangkan, memang terlambat beberapa menit; setiba di Gambir, pihak PJKA melalui pengeras suara menyatakan permohonan maafnya atas keterlambatan itu. Ini benar-benar hal yang baru bagi saya. Tentu hal ini adalah hal yang amat menggembirakan. Pulangnya saya menggunakan KA Parahyangan lagi, yang benar-benar murah, dan tiba di Bandung, bukan main, tepat waktu. Selamat untuk PJKA. Saya berminat untuk menggunakan KA lagi kalau ke Jakarta.

Tentang Sistem Penilaian

Wednesday, October 15th, 2008

Jangan kikir memberi nilai. Usahakan memberi nilai sekurang-kurangnya B. Jika para mahasiswa mempunyai IP jelek maka nantinya mereka akan kesulitan memperoleh pekerjaan. Hal ini tidak saja akan merugikan karir yang bersangkutan tetapi juga, dalam jangka panjang, akan merugikan institusi perguruan tinggi ybs.  Kenyataan ini ternyata sekarang telah menjadi perhatian serius berbagai universitas papan atas di Indonesia. Saya sempat bincang-bincang dengan dosen dari sebuah universitas papan atas di Indonesia. Mereka diminta untuk memberi nilai sekurang-kurangnya B kepada para mahasiswanya, tentu dengan catatan tanpa mengurangi atau mengorbankan kualitas. Oleh karena itu para dosen itu diperkenankan mengadakan ujian berulang-ulang sampai merasa yakin bahwa nilai sekurang-kurangnya B itu memang pantas diberikan. Setelah meluncurkan pola penilaian yang diharapkan nantinya dapat mengangkat IP para lulusan maka nampaknya langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah merumuskan startegi proses pendidikan. Ini penting agar kualitas tidak menjadi korban dari kebijakan pola penilaian yang nampak memudahkan memberi nilai baik. Apalagi jika kemudian mahasiswa mempunyai sikap seenaknya dalam proses belajar karena pada akhirnya mereka yakin akan mendapat nilai sekurang-kurangnya B juga. Kita sebenarnya tidak harus memulai dari nol, khususnya untuk pendidikan kerekayasaan dan teknologi (engineering and technology), dapat mengadopsi (dengan sejumlah modifikasi yang diperlukan) metodologi yang ditawarkan oleh lembaga-lembaga akreditasi internasional itu. Memang tidak mudah tetapi nampaknya  harus segera dimulai implementasi metodologi-metodologi itu agar dalam jangka panjang kita tidak mengalami hal-hal yang menyakitkan.

Sky is the limit

Tuesday, October 14th, 2008

Sky is the limit adalah kredo para pemain lembaga keuangan dunia, khususnya di bursa-bursa keuangan AS. Kredo itu dimaksudkan dalam rangka meneguk keuntungan dari permainan di bursa bursa itu. Selama satu dekade kredo itulah yang mendorong dinamika dan pertumbuhan lembaga-lembaga keuangan. Itu menurut berbagai tulisan mengenai analisis sebab-sebab ambruknya lembaga-lembaga keuangan di AS. Saya bukan ekonom, bukan pula pemain di bursa saham, dan moga-moga tidak turut memikul akibat dari ulah para pelaku bisnis keuangan dunia (mungkinkah?). Walaupun hanya seorang guru yang jauh dari kegiatan dan hiruk pikuk yang terjadi di dunia ekonomi saat ini tapi tidak urung terpaksa mengerenyitkan dahi pula. Tentu karena disebabkan oleh keterlibatan tidak langsung yaitu karena menjadi pembaca koran setia setiap pagi. Sedikit banyak menjadi tahu betapa luar biasanya keserakahan dan akibatnya itu. Berbagai pertanyaan memang kemudian timbul, misalnya perlukah adanya batas-batas bagi pertumbuhan ekonomi itu? Relevankah sekarang untuk disuarakan mengenai pentingnya menahan diri (atau mengendalikan keserakahan) itu? Saya yang menekuni ilmu-ilmu berbasis fisika yang menggeluti hukum kekekalan energi tentu dapat melihat bahwa pertumbuhan di satu tempat akan menyebabkan penyiutan di tempat yang lain. Tetapi berlakukah ini di ranah ekonomi (atau percayakah para ekonom mengenai hal ini), tentu dengan berbagai konsekuensinya? Walaupun agama sebenarnya telah mengingatkan mengenai masalah pengendalian diri ini, tetapi nampaknya peringatan dari agama itu tidak akan digubris. Entah apakah peristiwa ambruknya lembaga-lembaga ekonomi dunia itu akan menjadi pintu masuk bagi nilai-nilai spiritual dalam mengawal kegiatan ekonomi di masa mendatang.

Lagi Mengenai Mudik

Sunday, October 12th, 2008

Ini tentang mudik lagi. Kali ini saya mencoba melalui jalur yang tidak biasa. Jalur yang tidak umum. Tentu merupakan jalur yang relatif sepi, remote and a little wild (wild-wild east, karena menuju ke timur; sayang pulangnya kembali melalui jalur umum sehingga tahun ini belum melahirkan wild-wild west). Benar-benar menyenangkan, karena di samping relatif sepi, suasananya benar-benar segar. Greeny everywhere you see. Benar-benar amazing di Jawa yang konotasi sumpek, berjejalan, tiba-tiba menyaksikan hamparan hijau padi, jagung, jeruk, kacang ….. ada sungai kecil yang jernih airnya. This is a really heaven on the earth! Benar-benar memberikan kesejukan bathiniah. Lalu … tanpa rencana saya sempatkan mampir ke sebuah SMU dipinggir jalan. Dengan rambut yang sudah memutih, memakai baju batik lengan pendek, maka wajar jika disapa oleh seorang guru “Bapak siapa dan mencari siapa?” Tanpa basa-basi saya memperkenalkan diri sambil memberkan kartu nama. Tentu saya diberi penghormatan karena memberi kartu nama sebagai dosen dari kota besar, Bandung, dari ITB. Dipertemukan dengan kepala sekolah, diminta ceramah di satu kelas, kelas tiga IPA. Bapak Kepala Sekolah mengatakan mengapa tidak memberitahu terlebih dahulu sehingga bisa dipersiapkan penyambutan dan bisa memberi ceramah dihadapan seluruh siswa kelas tiga. Wah … kalau memberitahu malah kemungkinan tidak jadi, betapa beratnya mengunjungi sebuah SMU yang jauh di ujung jawa. Tetapi menyaksikan antusiasme beliau serta para siswa, sungguh sangat mengharukan.  Saya bisa bayangkan betapa bahagianya mereka kalau dikunjungi (sekedar dikunjungi) oleh para tokoh nasional. Dikunjungi oleh orang yang tidak dikenal saja (memang benar  berasal dari institusi kondang) mereka sangat gembira. Saya janjikan kepada para siswa di kelas itu jika ada yang diterima di Teknik Fisika akan saya ajak makan siang bersama. Sudah barang tentu saya “mengiklankan Tenik Fisika” (janji makan siang selalu saya berikan setiap kali saya mendapat kesempatan ceramah dihadapan para siswa SMA; maklum, saya cukup sering mendapat undangan ceramah di SMU walau di sekitar Bandung dan Jakarta saja). Mudik kali ini, walau singkat, memberi gambaran baru tentang pedesaan, walau masih di Jawa. Moga-moga nanti ada kesempatan lain menengok daerah pedesaan di luar Jawa.

Lagi Tentang ABET

Tuesday, October 7th, 2008

Sambil istirahat makan siang tadi kami ngobrol tentang ABET (Accreditation Board of Engineering and Technology). Bagaimana kesiapan dan persiapan kita agar dapat memperoleh akreditasi dari ABET dalam lima tahun mendatang? Tantangannya memang besar dan berat. Program Studi harus mampu membuktikan bahwa proses perbaikan berkelanjutan (continous improvement) menunju pencapaian objektif dan outcomes benar-benar terjadi. Sudah barang tentu bukti-bukti itu harus merupakan bukti tertulis dengan data-data yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Nilai akademik tidak cukup untuk dijadikan bukti. Kami merasakan bahwa ada sebuah budaya baru yang harus mulai dibangun agar dalam lima tahun mendatang bukti-bukti yang sahih itu benar-benar tersedia.  Kalau menengok kebelakang, sekitar lima tahun yang lalu, ABET sudah mulai disosialisasikan di lingkungan program studi. Jujur saja, baru sebagian dari budaya yang diperlukan itu terbentuk. Artinya, masih diperlukan kerja keras, cerdas, tuntas dan ikhlas agar dalam lima tahun mendatang sisa budaya yang hendak dibangun itu terbentuk. Melihat kehadiran staf dosen muda yang segar, rasanya saya optimis bahwa hal itu dapat tercapai, insya Allah. Besar harapan bahwa dalam selang lima tahun mendatang jumlah dosen muda bisa bertambah. Para kandidat, yang saat ini masih menimba ilmu di manca negara, cukup tersedia. Moga-moga semuanya dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan rencana yang digariskan oleh institusi sehingga lima tahun mendatang telah ada program studi yang memperoleh akreditasi internasional, khususnya ABET untuk bidang rekayasa dan teknologi.