Uang adalah milikmu, tapi tidak untuk sumber daya.

June 19, 2011

Saya membaca sebuah kisah yang menarik dari sebuah mailist alumni. Sulit rasanya untuk tidak berbagi mengenai kisah tersebut dan akan saya tuliskan dengan gaya bahasa saya. Peristiwanya itu sendiri terjadi di Jerman, sebuah negara yang maju, kaya dan makmur. Saya sendiri telah beberapa kali mengunjungi negara itu. Dikisahkan oleh penulis di mailist itu bahwa suatu saat ia bersama kawan-kawannya, ditemani penduduk asli Jerman, menuju restoran untuk makan malam. Tentu kisah ini terjadi di Jerman. Segera terbayang olehnya bahwa restoran yang cukup berkelas itu akan merupakan sesuatu yang gemerlap, pengunjung dihidangi berbagai makanan dan minuman. Bayangan seperti itu tentu tidak berlebihan mengingat Jerman adalah negara yang kaya dan makmur, segalanya serba ada dan terjangkau oleh penduduknya. Namun ia agak sedikit terperanjat sewaktu menyaksikan sepasang sejoli yang sedang makan di restoran itu. Mengapa? Karena ia hanya melihat dua buah piring dan dua buah gelas di atas meja. Lho koq sesederhana itu. Lalu ia menengok ke meja yang lain, ia dapati dua orang Ibu yang sudah berumur sedang menikmati hidangannya, masing-masing dengan sebuah piring dan satu gelas minuman saja.  Hal itu jelas amat berbeda dengan gaya hidup di negaranya walaupun tidak sekaya dan semakmur Jerman namun rasanya tidak juga sesederhana Jerman yang disaksikannya itu. Karena lapar, ia tidak berpikir lebih panjang lagi mengenai pengamatan singkat yang mengherankannya itu. Ia segera memesan sejumlah makanan dan minuman; meja makan penuh dengan sejumlah hidangan untuk santapan makan malam bertiga, salah seorang di antaranya adalah orang Jerman. Singkatnya, perut telah terasa sangat kenyang walau masih ada sisa makanan yang telah terlanjur dipesan sekitar sepertiganya. Tidak ada masalah, tokh uang untuk membayar juga telah tersedia. Setelah membayar dan berdiri untuk mulai melangkah keluar, meninggalkan cukup banyak makanan di atas meja yang tidak termakan. Tiba-tiba Ibu tua pengunjung terdahulu itu memanggil dan menegur mengapa makanan itu tidak dihabiskan. Penulis kisah itu dengan enteng menjawab “We paid for our food, it is none of your business how much food we left behind.” Rupanya Ibu tua tidak terima dengan jawaban itu namun ia nampaknya juga tidak ingin berdebat dengan bahasa Inggris. Nampak ia menggunakan handphonenya memanggil seseorang. Tiba-tiba datanglah seorang polisi dan langsung mendenda penulis itu dengan 50 mark. Dengan terheran-heran penulis itu protes atas kenyataan itu namun polisi itu menjawab dengan tegas, yang dalam Indonesianya kurang lebih “Pesanlah makanan yang dapat kamu makan. Uang adalah milikmu namun sumber daya (termasuk makanan) adalah milik masyarakat. Cukup banyak manusia di dunia yang menghadapi kelangkaan sumber daya. Kamu tidak punya alasan untuk dengan seenaknya menghambur-hamburkan sumber daya!!”. Saya tidak punya komentar lebih lanjut terhadap kisah itu kecuali bahwa kisah itu (terlepas kejadian itu benar adanya atau tidak) merupakan sebuah pelajaran yang luar biasa berharganya.



Leave a Reply