Archive for June 23rd, 2011

Guru dan Murid

Thursday, June 23rd, 2011

Ini kisah guru (Imam Syafei) dan murid (Imam Hambali) yang saya peroleh secara berantai dari sebuah mailist alumni, yang menurut penulisnya diperoleh dari khutbah Jumat yang diikutinya. Karena isinya yang sarat pesan-pesan universal maka saya coba tulis ulang di sini. Di kisahkan suatu hari Imam Hambali mendengar kabar bahwa gurunya mengunjungi Baghdad tempat di mana dia tinggal. Sebagai murid yang berbakti maka Imam Hambali menemui Sang Guru untuk berkhidmat sekaligus ingin menimba ilmu. Oleh karena itu Imam Hambali memohon kepada Imam Syafei untuk berkenan memberinya pengajaran. Namun Imam Syafei menjawab agar Imam Hambali berguru dulu kepada pembantu Beliau yang kebetulan seorang penggembala ternak. Imam Hambali terkejut mendengar jawaban Gurunya dan mencoba mengulang sekali lagi permohonannya yaitu untuk berguru langsung kepada Imam Syafei, bukan kepada pembantunya. Namun lagi-lagi Imam Syafei menyarankannya untuk berguru ke pembantunya dahulu. Pada akhirnya sebagai seorang murid yang taat kepada Sang Guru maka Imam Hambalipun dengan penuh tanda tanya menemui Pembantu itu. Imam Hambali yang masih ragu akan tingkat keilmuan Sang Pembantu mencoba memulai diskusi dengan sebuah pertanyaan untuk mengujinya. Imam Hambalipun kemudian bertanya:”Wahai Saudaraku, bagaimana pendapatmu mengenai seseorang yang terlupa pada saat shalat sehingga meninggalkan satu rakaat dan terus melakukan salam?”. Sang Pembantupun menjawab dengan kalem “Apakah aku harus menjawab menurut pendapatmu atau pendapatku?”. Bukan main terperanjatnya Imam Hambali mendapat jawaban seperti itu, karena bagaimana mungkin seorang pembantu yang sederhana itu dapat menawarkan suatu pilihan jawaban, yang umumnya hanya dapat diberikan oleh seseorang yang memiliki ilmu yang tinggi. Kemudian Imam Hambalipun menimpalinya “Jawablah menurut pendapatku dan pendapatmu.”

Sang Pembantu itu kemudian menjawab “Menurut pendapatmu, apabila lupanya belum lama (kira-kira selama dua rakaat), maka yang bersangkutan hanya perlu menambahkan satu rakaat yang terlupakan dan kemudian diikuti dengan sujud sahwi, tetapi kalau sudah lama baru teringat maka orang tersebut wajib mengulang shalatnya lalu sujud sahwi”. Bukan kepalang terkejutnya Imam Hambali mendengar jawaban itu dan terheran-heran karena ternyata Sang Pembantu itu mengetahui persis pendapatnya. Kemudian Pembantu itu melanjutkan: “Sedangkan menurut pendapatku …. apabila akulah yang melaksanakan shalat tadi maka akupun akan melakukan hal yang sama sebagaimana pendapatmu, tetapi kemudian aku akan melakukan puasa selama satu tahun sebagai tebusan atas kesalahanku pada Tuhanku, karena aku merasa sangat takut dan malu telah lupa padaNya dan memikirkan hal lain di dalam shalatku.”

 

Imam Hambali kembali tercengang serta terpana mendengar jawaban dari Sang Pembantu itu. Beliau tercenung menyadari betapa tingginya derajat atau maqom orang ini karena betapa kuatnya rasa takut dan rasa malunya kepada Tuhannya, meskipun ia hanya seorang yang berstatus sebagai pembantu, status sosial yang sering dipandang rendah oleh kebanyakan orang.