Archive for August 12th, 2011

Darul Mursyid

Friday, August 12th, 2011

Dalam rangka menemani Direktur Akademik ITB, Prof. Dr. Ichsan S. Putra, untuk sosialisasi program penerimaan mahasiswa baru ITB, kami mengunjungi Pesantren Modern Darul Mursyid di Sipirok, Sidadap, Simanosor, Tapanuli Selatan. Dari Medan kami berangkat menuju Aek Godang menggunakan pesawat kecil SusiAir yang berisi 5 orang penumpang. Perjalanan tersebut memerlukan waktu satu jam lebih. Dari lapangan terbang menuju lokasi Pesantren Darul Mursyid memerlukan waktu sekitar 2,5 jam mengunakan mobil. Perjalanan darat tersebut relatif berat karena jalan yang harus kami lalui tidak mulus, penuh lubang dan lumpur. Pesantren tersebut terletak di pedalaman, di atas gunung dan ditepian hutan. Di pagi hari pemandangan indah pegunungan yang masih sangat murni dan segarnya udara sungguh merupakan atmosfir yang amat berbeda dengan suasana hiruk pikuk dan pengap di sebagian besar perkotaan di Indonesia.

Pesantren ini sendiri merupakan sebuah keunikan tersendiri. Jauh dari keramaian, benar-benar terpencil namun tetap ramai dikunjungi oleh para santri. Ia memiliki daya tarik tersendiri. Salah satunya mungkin dari para gurunya yang amat sholeh dan ikhlas melaksanakan tugas pendidikan dan da’wah sehingga Allah swt mengangkat maqomnya ke tempat yang khusus. Masyarakat tetap memburunya walaupun berada di lokasi yang sebenarnya sungguh cukup sulit dicapai. Hanya mereka yang mempunyai niat dan tekad khususlah yang bersedia untuk belajar ke pesantren Darul Mursyid ini. Hal ini sudah merupakan saringan tersendiri untuk mendapatkan para santri yang amat militan.

Menurut saya, pesantren ini memang pantas digolongkan ke dalam katagori pesantren modern. Para santrinya tidak perlu masak dan mencuci sendiri. Makanan disediakan secara profesional, demikian pula cuci baju ditangani oleh pihak lain. Para santri hanya belajar dan berkegiatan intra dan ekstra-kurikuler saja. Kamar tidur para santri juga sangat rapi dan bersih karena begitu santri mulai berkegiatan formal, kamar tidur akan dibersihkan oleh janitor resmi pesantren. Fasilitas kamar tidur tidak mewah namun memadai dan tersusun kompak, bersih dan rapi. Kurikulum yang digunakan nampaknya adalah kurikulum nasional. Oleh karena itu tidak mengherankan jika para alumninya mampu menembus perguruan tinggi - perguruan tinggi elite di Jawa.

Sebagaimana biasanya di pesantren, pada saat shalat maghrib, isya dan subuh para santri berbondong-bondong menuju masjid besar di tengah-tengah pesantren. Seusai shalat di ikuti dengan dzikir. Santri terendah adalah setara dengan SMP kelas satu. Kegiatan pendidikan berlangsung selama 6 tahun atau dengan kata lain alumni pesantren ini setara dengan lulusan Sekolah Menengah Atas. Makan resmi dilaksanakan secara massal, bersama-sama di sebuah ruangan besar. Menyaksikan mereka makan bersama mengingatkan saya suasana makan bareng para siswa di Hogwart dalam film Harry Potter. Sangat menyenangkan dan mengharukan menyaksikan anak-anak belia yang bersemangat dan nampak mandiri itu. Moga-moga mereka menjadi anak-anak yang sholeh - sholehah, pewaris masa depan bangsa besar, Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kecerdasan Ilahiah (2)

Friday, August 12th, 2011

Ada beberapa indikasi di dalam AL-Qur’an mengenai suatu jenis kecerdasan yang dapat dimiliki oleh seorang manusia biasa (tidak termasuk ke dalam daftar 25 Nabi atau Rasul yang sudah dikenal itu). Pertama, yang mungkin paling populer adalah yang terdapat di dalam surat Al-Kahfi (18: 65-82). Dalam surat ini dinyatakan bahwa Allah SWT telah memberi kepada seorang hambaNya sebuah kemampuan kecerdasan yang sangat khusus, yang bahkan tidak dimiliki oleh seorang Rasul sekaliber Musa AS. Dengan kemampuannya itu bahkan seolah-olah waktu tidak lagi merupakan sebuah penghalang baginya atau dengan kata lain ia tidak lagi terikat oleh waktu, mampu melihat ke masa depan. Allah SWT telah berkenan untuk melakukan intervensi sehingga hamba itu tidak lagi terikat oleh waktu. Sebagaimana kemampuan kecerdasan yang dimiliki oleh pemenang hadiah Nobel tidak dimiliki oleh setiap orang maka kemampuan kecerdasan menembus domain waktupun tidak dimiliki oleh setiap orang.

Contoh kedua adalah sebagaimana yang dinyatakan dalam surat An-Naml ayat 40. Dalam kisah Nabi Sulaiman itu disebutkan ada seorang yang mempunyai kemampuan untuk memindahkan singgasana Ratu Saba yang sangat jauh hanya dalam sakejab mata. Seolah-olah singgasana itu dibuat sedemikian rupa sehingga ia tidak lagi terikat oleh ruang (space) dan akibatnya dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat lainnya praktis tanpa memerlukan waktu, persis seperti kisa-kisah dalam fiksi ilmiah. Kemampuan manusia ini bahkan melampui kemampuan sebangsa jin ifrit sekalipun. Yang menarik adalah bahwa kemampuan itu disebutkan berasal dari suatu kitab dan ini berarti bahwa kemampuan itu dapat dipelajari. Memang dalam AL-Qur’an tidak disebutkan secara lebih  rinci mengenai nama dari kitab itu dan dengan demikian hal ini memang membuka berbagai penafsiran atau spekulasi.

Kedua contoh khusus mengenai kemampuan atau kecerdasan yang terdapat dalam AL-Qur’an itu memang terasa melampui seluruh jenis kecerdasan yang telah dikenal atau diteliti saat ini. Sungguh sulit terbayangkan oleh manusia yang telah dibentuk oleh pengetahuan dengan pendekatan eksperimentil untuk bisa memahami adanya kecerdasan yang dimiliki oleh seseorang hingga ia mampu menembus domain waktu. Sebenarnya dalam batas-batas tertentu cukup banyak manusia yang dapat menembus batasan waktu berupa kemampuan melakukan prediksi mengenai sesuatu yang kemudian terbukti kebenarannya. Walaupun manusia modern telah dapat menerima sepenuhnya bahwa waktu tidak bersifat absolut namun tidak berarti bahwa manusia modern telah berhasil membebaskan diri sepenuhnya dari keterikatannya terhadap waktu. Hal ini tidak berarti bahwa manusia tidak mempunyai keinginan untuk itu. Berbagai kisah fiksi ilmiah mengenai adanya pesawat atau mesin waktu menunjukkan bahwa manusia memimpikan dirinya mampu menerobos dinding waktu, bertamasya ke masa lalu atau masa depan. Di samping keinginannya untuk tidak terikat pada waktu, manusia juga mendambakan untuk dapat membebaskan dirinya dari keterikatan pada ruang (space), sehingga dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya praktis tanpa memerlukan waktu. Sungguh menarik ternyata Al_Qur’an membuka kemungkinan terjadinya hal ini. Manusia khusus dalam kisah Nabi Sulaiman itu seolah-olah mampu melakukan dematerialisasi singgasana Ratu Saba sehingga tidak lagi terikat pada ruang dan dengan demikian dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat lainnya praktis tanpa memerlukan waktu.