Archive for March, 2012

KAWATIR

Friday, March 30th, 2012

Ada orang yang mempunyai banyak rumah, namun hanya satu saja yang dapat ia tempati setiap saat. Tentu, karena ia memang tidak mungkin berada di dua tempat pada saat yang sama. Juga, ada orang yang mempunyai banyak mobil, lagi-lagi hanya satu yang dapat ia kendarai pada suatu waktu tertentu. Keadaan sebaliknya bisa juga terjadi. Ada seseorang yang sungguh tidak mempunyai rumah namun ia tinggal di villa di wiliyah pegunungan yang indah dan sejuk. Tentu, karena ia adalah penunggu villa itu. Ada manusia yang tidak punya mobil, namun ia mengendarai mobil mewah kemana-mana setiap hari. Wajar saja karena ia seorang sopir dari pemilik mobil. Daftar anekdot ini dapat terus kita perpanjang. Nampaknya rumah dan mobil itu tidak sepenuhnya menjadi rejeki pemiliknya. Para pemilik itu boleh saja mengklaim sebagai pemiliknya, namun faktanya ia tidak dapat terus menerus menikmatinya. Boleh saja, di sisi yang lain, mereka hanyalah pembantu atau sopir, faktanya mereka mempunyai kebebasan untuk memakai, menggunakan bahkan menikmatinya. Walau fakta telah cukup berbicara, namun rumah, mobil dan berbagai harta kekayaan lainnya itu terus saja ditambah oleh para pengaku sebagai pemiliknya. Belum lagi ada fakta kuat, bahwa itu semua pada akhirnya harus ditinggalkan begitu saja sewaktu mereka harus memasuki liang lahat. Mungkin ada keinginan untuk mewariskan kepada keturunannya; mungkin pula untuk memenuhi hasrat kuat memiliki (sayang tidak dapat menikmati seluruhnya), atau ada sebab-sebab lainnya. Kekayaan harta benda memang mempunyai daya tarik tersendiri bagi manusia; ia menjadi hiasan, pernak pernik yang amat menarik yang sering kali menipu. Ada perasaan kuat bahwa jika saja memilikinya akan memberi kebahagiaan, namun senyatanya kebahagiaan itu hanya mampir sesaat. Mempunyai mobil baru ternyata hanya memberi kepuasaan yang dalam hitungan hari, setelah itu muncul hasrat-hasrat untuk memiliki yang lain. Dunia memang menggoda dan para pengabdi kenikmatan dunia jumlahnyapun tidak mengherankan jika dari waktu ke waktu semakin bertambah. Ia sangat menggoda karena dengan itu bahkan hukumpun dapat diaturnya. Bisa jadi kredo “ada uang, ada barang” menjadi kenyataan ditengah-tengah masyarakat pengabdi kenikmatan dunia. Ada gurauan ringan yang mengatakan bahwa ada tiga jenis manusia yang hendaknya jangan dilawan karena akan sia-sia. Mereka adalah atasan, orang kaya, dan orang gila. Dalam masyarakat pengabdi kenikmatan dunia, uang menentukan segalanya, menjadi tuhan baru. Keinginan orang kaya adalah hukum. Aset negara berada dalam kantong sakunya, dapat digunakan sekehendak hatinya, yang dapat dialih fungsikannya dengan mudah. Jangankan benda mati yang amat kasat mata, bahkan yang abstrakpun dapat diwujudkannya. Citra apa saja dapat menjadi pakaiannya: kehormatan, dengan berbagai gelar, ketenaran, kedermawanan dan bahkan kesolehanpun dapat dikenakannya dengan amat nyaman. Bahkan lebih dari itu, dengan pakaian itu ia menjadi selebritis, disorot dan mendapat pujian di mana-mana. Banyak yang ingin mengikuti jejaknya, setiap gerak geriknya telah menjadi ukuran, menjadi trend setter. Setiap pertanyaan yang menggugat asal-usul harta kekayaannya akan selalu kandas di ranah hukum dan opini masyarakat. Hukum adalah kekayaan, dan kekuatan opini sebanding dengan tebalnya tumpukan uang. Mengerikannya, bahkan yang tidak kebagianpun juga merasa nyaman karena mimpi-mimpi terus diciptakan secara masif. Pengikut-pengikut baru terus bertambah dari waktu ke waktu. Mereka dipelihara dalam keadaan yang amat seimbang, hidup segan matipun tak hendak. Ada penghasilan namun hanya cukup untuk menopang hidup nyaman namun tidak memadai untuk membangun nyali dan menjernihkan nurani. Hiburan-hiburan murahan terus disediakan, 24 jam sehari, dan tujuh hari dalam satu minggu. Tidak ada waktu untuk merenung sebenarnya apakah makna hidup dan kehidupan yang pendek ini? Kita sungguh beruntung bahwa masyarakat seperti itu hanya ada dalam ranah kekawatiran saja. Semoga!

Soft Nation?

Tuesday, March 27th, 2012

Setiap bepergian ke luar negeri, khususnya ke negara-negara, maju selalu saja terbersit pertanyaan-pertanyaan mengapa Indonesia tidak dapat seperti mereka? Menyaksikan berbagai fasilitas publik yang sangat baik di negara orang, segera saja timbul kesedihan melihat fasilitas publik di Republik tercinta yang sungguh tidak memadai; baik fasilitas angkutan umum, saluran-saluran air buangan, jalan raya maupun berbagai fasilitas publik lainnya yang tidak perlu disebut satu persatu. Kalaupun semula tersedia, namun dalam waktu tidak lama sudah rusak, tidak terpelihara. Atau memang tidak ada sama sekali atau sekurang-kurangnya tidak memadai. Pada akhirnya saya harus mengakui bahwa ada sesuatu yang salah di Republik ini. Dengan kekayaan alam yang melimpah, tidak seharusnya ada rakyat di negara ini, dalam jumlah yang relatif besar, masih sangat miskin; dengan kekayaan alam itu, seharusnya seluruh amanat undang-undang dasar mengenai kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan. Betapa menyesakannya menyaksikan daerah-daerah padat dan kumuh diperkotaan, di bantaran sungai, di sekitar tempat penimbunan sampah, dan banyak lagi. Kita tidak menafikan usaha-usaha keras pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat selama ini. Namun menyaksikan fakta negara jiran dapat memberikan kesejahteraan yang lebih baik kepada rakyatnya, maka tentunya ada sesuatu yang harus diubah karena pasti ada yang salah. Perubahan itu nampaknya harus bersifat mendasar, mungkin juga akan meliputi seluruh aspek kehidupan. Semua harus dan pasti dapat berkontribusi agar terjadi perubahan dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Bahwa berbagai sarana dan prasarana dan pembangunan ekonomi itu amat sangat penting, tidaklah dapat diragukan lagi. Namun apabila kenyataan bahwa sarana dan prasarana yang sudah dibagun (atau malah baru dibangun) ternyata cepat sekali rusak; apabila pembangunan ekonomi itu pada akhirnya hanya menguntungkan segelintir orang dan menyisakan sebagian besar rakyat masih dan tetap berada jauh di bawah garis kemiskinan maka pelaksanaan pembangunan itu jelas mengandung sesuatu yang secara fundamental salah. Konsentrasi nampaknya lebih perlu ditekankan pada pembangunan manusianya. Ini menjadi semakin penting manakala drama kolosal penyalahgunaan wewenang dan amanah menjadi tontonan publik tanpa menimbulkan rasa malu dan risih sedikitpun pada para pelakunya. Perampokan kekayaan rakyat dilakukan secara berjamaah dan terang-terangan dengan mengatasnamakan kepentingan publik. Pelaksanaan kejahatan itu dilakukan sedemikian canggihnya sehingga jejak-jejak yang dapat menjerat mereka di ranah hukum praktis tidak ada. Seandainyapun jejak itu tercium juga masih banyak cara dan jalan yang tersedia untuk melepaskan diri dari jerat hukum. Selama lembaga hukum masih dipenuhi oleh para pengabdi kenikmatan dunia maka tidak ada yang tidak dapat dibeli dengan uang. Menggelontorkan puluhan milyar tidak ada artinya karena yang dirampok berorde trilyunan rupiah. Jadi penyebab berbagai kegetiran di negara yang mendapat limpahan kekayaan alam luar biasa itu mungkin bersumber dari lemahnya karakter para penyelenggara negara, para politisi, para pengusaha dan mungkin juga pada sebagian besar rakyatnya. Ini mungkin yang dikatakan oleh Gunnar Myral sebagai soft nation, bangsa lembek; ini pula berarti yang harus diperangi oleh Indonesia agar ia dapat menjadi bangsa yang lebih bermartabat karena memang hanya dengan itu rakyat dapat hidup dengan harkatnya sebagai makhluq ciptaanNya yang paling mulia, sejahtera dan bermartabat. Indonesia pasti bisa!

Kisah Pendek dari Amsterdam

Friday, March 23rd, 2012

Kemarin pagi, Kamis 22 Maret 2012, di Amsterdam terjadi sesuatu yang menarik untuk diberi catatan dan komentar. Komputer yang mengatur perjalanan kereta api dari dan ke stasiun pusat kota Amsterdam mengalami gangguan (crash). Nampaknya, malam hari sebelumnya yaitu setelah tugas hari itu berakhir, mungkin menjelang dini hari, komputer dimatikan (shut down). Kamis pagi sewaktu komputer dihidupkan kembali, mengawali dinas rutin harian, ternyata sistem menolak untuk melakukan eksekusi. Perbaikan yang dilakukan ternyata memerlukan beberapa jam. Akibatnya sungguh luar biasa. Diperkirakan sekitar 1,5 juta penumpang rutin (commuter) yang akan bekerja terpaksa harus dengan panik mencari alat angkut pengganti. Kemacetan terjadi di mana-mana di kota Amsterdam. Saya yang kebetulan harus pergi ke Den Haag dari Amsterdam juga harus mengubah rencana, yang keinginan semula naik KA terpaksa berganti dengan mobil. Sepanjang jalan ke luar kota, terlihat antrian panjang mobil-mobil yang hendak masuk Amsterdam melalui highway. Sungguh tidak mudah mengangkut 1,5 juta penumpang dalam waktu singkat, yang semula menggunakan KA harus berganti dengan mobil. Jika setiap mobil rata-rata mengangkut 5 penumpang berarti diperlukan 300 ribu mobil dalam rentang waktu 3 jam ( 7 hingga 10 pagi, jam masuk kantor). Kereta api atau trem memang merupakan satu-satunya alternatif moda angkutan darat publik terbaik. Belanda (Eropa pada umumnya) dan juga Jepang sangat mengandalkan kereta api sebagai angkutan massal (publik) dan itu terbukti mampu mengatasi kemacetan di kota-kota besar. Trem listrik adalah pemandangan umum di dalam kota Amsterdam (mungkin juga di seluruh kota-kota besar di Belanda); jaringannya ada di mana-mana, beriringan dengan jalan mobil. Publik mempunyai alternatif moda transportasi darat yang amat memadai dan terbebas dari kemacetan. Kerugian karena kemacetan dapat diminimalisasi hingga mendekati angka nol; sungguh amat kontras jika dibandingkan dengan Jakarta atau Bandung. Sebenarnya para perencana kota jaman Belanda dulu telah mengantisipasi hal ini yaitu dengan menyediakan jaringan trem listrik di kota-kota besar di pulau Jawa (Jakarta, Surabaya, Yogya dsb). Sayangnya jaringan itu dihilangkan oleh anak bangsa sendiri, mungkin karena tekanan kuat industri mobil, khususnya Jepang di awal rezim orde baru yang haus akan modal asing. Hancurnya (atau tepatnya penghancuran) jaringan trem listrik dan juga kereta api di Indonesia merupakan salah satu tragedi dan kerugian luar biasa yang akibatnya akan terus dirasakan entah sampai kapan. Pembangunan jalan raya akan tetap merupakan usaha yang sangat mahal dan mungkin sia-sia dalam mengatasi kemacetan di kota-kota besar. Lebih dari itu, ia akan menjadi salah satu penyebab polusi udara (memang tidak secara langsung) yang akan menjadi semakin serius dari waktu ke waktu. Revitalisasi angkutan berbasis kereta api harus dilakukan, dengan biaya berapapun, jika bangsa ini ingin secara serius mulai menata kembali transportasi perkotaan yang bebas kemacetan dan nyaman. Kasus kemacetan kereta api di Amsterdam tidak perlu menjadi alasan untuk tidak menghidupkan kembali jaringan kereta api di dalam maupun antar kota di Indonesia.  Sekitar 4 jam kemudian, jaringan kereta api dari dan ke Amsterdam telah berjalan kembali dan sore hari serta hari-hari selanjutnya kemcetan di highway tidak lagi terjadi. Berbeda halnya dengan Jakarta dan Bandung, yang memang tidak mengalami kasus kemacetan kereta api beberapa jam, namun kemacetan mobil di hampir di semua ruas jalan utama menjadi kasus harian, rutin, hingga hari ini, bahkan entah sampai kapan berakhir juga tidak diketahui. Masih ragukah kita untuk menghidupkan kembali jaringan kereta api sebagai alternatif utama angkutan publik, di dalam maupun antar kota?

BBM dan Korea (Lagi)

Thursday, March 22nd, 2012

Energi kini, apalagi dimasa mendatang,  akan (sudah) menjadi persoalan bagi setiap negara, tidak terkecuali Indonesia. Dalam bentuk BBM, di Indonesia, ia menjadi buah simalakama bagi setiap penguasa. Kebijakan BBM yang bersifat turun temurun itu akan terus menghantui setiap penguasa, khususnya di masa jabatan pertama setiap Presiden (kecuali kalau ia tidak memperdulikan pemilihan berikutnya). Presiden SBY sebenarnya mendapat kesempatan emas untuk menghentikan jebakan BBM dan dengan demikian dapat mewariskan situasi yang lebih sehat kepada Presiden berikutnya (dengan catatan dia bersedia mengorbankan “nama baiknya” ). Subsidi BBM memang telah menjadi beban APBN yang luar biasa beratnya bagi pemerintah Indonesia, tidak peduli siapapun Presidennya. Harus ada sumber energi alternatif, khususnya untuk transportasi. Menteri Dahlan Iskan mengusulkan alternatif berupa mobil listrik. Walaupun bukan sebuah alternatif terbaik namun sudah lumayan untuk memancing perhatian nasional. Bangsa ini harus terus menerus dibangkitkan kesadarannya agar dapat semakin cepat menemukan “musuh” bersama sehingga seluruh potensinya dapat dibangkitkan dan didayagunakan. Revolusi 1945 diawali dengan proses panjang sejarah menemukan musuh bersama yang disebut “penjajahan” dan harus dienyahkan. Maka ditemukanlah visi yang amat singkat, padat dan tegas “merdeka atau mati”. Hasilnya memang luar biasa, kemerdekaanpun akhirnya dimiliki oleh bangsa ini. Dalam rangka bangkit menuju ke bangsa modern, bangsa Korea mampu menemukan “musuh” bersamanya yang kemudian melahirkan visi singkat, padat, mudah diingat oleh masyarakat: “mari kalahkan Jepang”. Presiden Park Chung Hee menemukan jalan itu. Rakyatnya menerima tantangan itu dengan suka cita dan siap berkorban untuk itu karena Park Chung Hee memang hidup sederhana dan bersahaja saja. Di masa revolusi 1945, seluruh rakyat dengan bulat bersedia pula berkorban karena nyaris seluruh elit politik nasional sungguh amat bersahaja hidupnya, mereka hadir bersama sependeritaan ditengah rakyatnya. Sebenarnya rakyat juga tahu bahwa negaranya akan bangkrut jika harus terus memberi subsidi BBM namun nampaknya rakyat masih enggan dan tidak rela berkorban karena para elit politiknya hidup berfoya-foya. Adalah salah besar berasumsi bahwa seluruh rakyat dapat dibohongi; adalah salah besar berasumsi bahwa kesabaran rakyat  tidak ada batasnya.  Semoga saja masalah energi nasional ini dapat menjadi awal kesadaran baru, khususnya bagi para elit politik nasional. Kalau Korea bisa bangkit menemukan jati dirinya kembali, kenapa Indonesia tidak?.

Korea Lagi

Tuesday, March 20th, 2012

Perjalanan saya keliling Korea juga tidak melewatkan kunjungan ke sejumlah situs purba mereka. Situs ini dipilih oleh Korea Tourism Organization untuk kami kunjungi tentu dengan alasan kuat. Nampaknya alasan itu adalah bahwa Korea mempunyai akar budaya tua; bangsa ini telah hadir sejak ribuan tahun yang lalu. Bangsa ini merasa perlu untuk menegaskan kembali akar budayanya kepada generasi mudanya; situs-situs yang diyakini sebagai tua dipugar kembali dan dijadikan tujuan wisata nasional, khususnya bagi pelajar-pelajar sekolah mereka. Namun situs-situs yang dibanggakan sebagai akar peradaban tua mereka tidaklah sesuatu yang spektakuler seperti halnya piramida, tembok China atau Borobudur serta Prambanan. Situs yang kami kunjungi hanyalah gundukan tanah kuburan tua, gubuk-gubuk masa lalu, dan kuil kayu sederhana. Dengan akar budaya sesederhana itu ternyata Korea dapat bangkit menjadi salah satu penguasa ekonomi dunia. Kecuali China, mengapa Mesir dan Indonesia yang mempunyai situs kuno akar budaya yang spektakuler, Piramida dan Borobudur, belum juga sanggup bangkit sebagai bangsa-bangsa modern yang perkasa? Apakah faktor tantangan alam, sebagaimana diteorikan oleh Toynbee, termasuk salah satu yang yang menjadi penyebab? Bangsa-bangsa modern yang kini perkasa hampir semuanya adalah bangsa-bangsa yang mempunyai 4 musim per tahunnya. Alam terus menerus memberi tantangan terhadap keberadaan dan keberlangsungan hidup mereka. Melalui proses ribuan tahun akhirnya mereka menjadi bangsa keras, “hard nation”, karena harus bekerja ekstra keras agar dapat terus bertahan. Ada tantangan alamiah, terus menerus tanpa henti. Mungkin bangsa-bangsa di sekitar katulistiwa yang dimanjakan alam selama ribuan tahun menjadi bangsa lembek, “soft nation”, apa saja yanmg dilempar di alam akan menjadi tanaman yang kemudian siap di makan. Tentu teori ini kini mendapat kritik karena Singapura dan Malaysia ternyata dapat berlari pula sehingga termasuk dalam katagori bangsa-bangsa maju. Memang tidak sederhana menjelaskan fenomena kebangkitan dan keruntuhan bangsa-bangsa dan peradabannya. Namun nampaknya tantangan terus menerus memang diperlukan, persis seperti seorang atlit yang perlu menempa diri terus menerus, tanpa kenal lelah jika ingin menjadi seorang atlit juara. Tantangan itu dapat saja diciptakan sendiri. Misalnya, Indonesiapun, sebagai bangsa, pernah mempunyai tantangan bersama, yaitu keinginan untuk merdeka. Melalui tantangan itu, seluruh potensi bangsa menyatu dan menjadi kekuatan luar biasa sehingga mampu membawa suku bangsa suku bangsa se-antero Nusantara bersedia dan berani mengikrarkan diri menjadi sebuah bangsa yang merdeka dan berdaulat, yaitu bangsa dan negara Indonesia. Ada sebuah mimpi, cita-cita, dan visi bersama; ada sebuah tantangan besar bersama dan itu diyakini bulat secara bersama pula. Nampaknya dalam mengarungi abad 21 ini, bangsa besar ini perlu menemukan kembali mimpi, cita-cita, visi besar bersama. Mimpi itu haruslah membumi, diyakini bersama, digerakkan bersama, atas dasar saling percaya dan kesediaan untuk saling berkorban; diyakini bahwa hasil akhirnya akan membawa kebaikan dan berkah bersama. Yang berada di depan, para pemimpin harus memberi contoh keteladan dalam keyakinan itu, khususnya dalam bekerja yang lebih keras, cerdas, tuntas, mawas dan ikhlas, berada di depan dalam berkorban. Jika syarat ini dipenuhi, Indonesia pasti bisa!