Masih Tentang Korea

March 19, 2012

Di antara produk Korea yang membanjiri dunia, khususnya Indonesia, adalah produk-produk yang sarat dengan muatan budaya. Misalnya, karya-karya cinema (video drama dan sejenisnya), musik pop dan lain sebagainya. Mungkin untuk sebagian komunitas di Indonesia berlaku semboyan tiada hari tanpa nonton video drama atau musik Korea. Belum lagi produk-produk animasi. Ini tentu amat mengagumkan karena ternyata karya-karya Korea mampu mengatasi dominasi produk-produk budaya Barat (dan Jepang, untuk animasi dan komik). Sebenarnya jika melihat karya elektronik dan otomasi Korea yang  membanjiri dunia, tentu sedikit dapat dimengerti mengapa produk budaya Koreapun wajar juga jika membanjiri dunia. Tetapi apakah produk budaya itu memang mengalami proses yang sama dengan produk teknologi, yaitu dibentuk di sekolah, universitas dan laboratorium terlebih dahulu? Sungguh mengagumkan bahwa jawabannya adalah positif. Saya beruntung mendapat kesempatan mengunjungi sebuah sekolah seni dan desain, setingkat SMA di dekat Seoul. Pendidikan Korea memang bergaya spartan; masuk pukul 6 pagi dan baru pulang pukul 21.30 malam. Kegiatan awal sekolah, mulai pukul 6 lebih sedikit hingga pukul 9.30 diisi dengan drill teknis, entah melukis, main seruling, menyanyi, membuat animasi dan lain-lain. Baru di siang hari diisi dengan teori-teori seni budaya. Sore hingga malam hari diisi kembali dengan drill teknis. Jadi produk-produk budaya memang dilahirkan oleh orang-orang yang amat terampil dalam mengolah budaya menjadi suatu industri yang amat menguntungkan, mampu menguruk puluhan hingga ratusan juta dollar. Sekolah seni budayapun mempunyai gengsi yang tidak kalah dengan sekolah hukum, teknik atau kedokteran. Tidak mengherankan jika produk-produk budaya merekapun pada akhirnya dapat membanjiri dunia. Tidak dapat dipungkiri wilayah dan penduduk Indonesia yang berkali lipat besarnya dibanding Korea tentu amat kaya dengan warisan budaya. Jika saja ada sebuah strategi nasional untuk mengubah warisan itu menjadi suatu produk industri budaya maka sungguh iapun akan menjadi sumber devisa yang amat potensial. Mungkin ia tidak sesulit produk-produk teknologi karena warisan budaya itu telah hadir ratusan bahkan ribuan tahun. Yang belum tersentuh adalah massifikasi dan kemasannya yang  berskala industri. Kuncinya adalah melalui pendidikan untuk menghasilkan seniman-seniwati unggul, berkarakter senipreuner dan Korea dapat menjadi cermin untuk itu. Indonesia pasti bisa!



Comments are closed.