Gayus dan Karakter

April 9, 2012

Gayus (lama) tertangkap! Semua terkejut dan berbagai usaha dilakukan agar kasus itu tidak terulang lagi. Tiba-tiba muncul Gayus baru dan tertangkap lagi. Adalah salah besar menganggap bahwa Gayus (lama) adalah sesuatu yang tiba-tiba datangnya dan itu hanyalah sebuah anomali. Dengan orde uang yang dicurinya sedemikian besar, sungguh tidak mungkin bahwa itu hanyalah kasus yang bersifat lokal, terisolasi, berdiri sendiri. Dapat dipastikan bahwa itu hanyalah sebuah puncak gunung es di atas permukaan air, nampak kecil, berdiri sendiri dan terisolasi. Namun sebenarnya, di bawah permukaan, ia adalah sesuatu yang amat besar dan dahsyat, yang sanggup menenggelamkan Kapal Titanic. Karakter Gayus, yang berani menelikung uang negara sampai puluhan milyar, tanpa merasa bersalah, tentu dibentuk oleh proses yang lama dan panjang. Perasaan aman, nyaman, dan tenang dalam melakukan kesalahan tentu dikarenakan oleh bentukan lingkungan dalam waktu yang amat lama. Ada contoh-contoh nyata dan gamblang dari para pendahulu, para senior yang dapat melenggang menilep uang milyaran tanpa tersentuh hukum, dan itu berlangsung terus menerus, mungkin puluhan tahun (rezim orde baru saja berlangsung 30 tahun lebih) tentu telah memberi Gayus sebuah “pandangan dunia” (world view) yang amat menggoda dan bahkan kemudian membentuk dirinya, bahkan barangkali tanpa disadarinya. Karakter, sebuah tingkah laku yang mewujud secara alamiah, tanpa dibuat-buat, tentu dibentuk dalam waktu yang amat panjang sehingga ia tertanam kuat menukik amat dalam di bawah sadar. Karakter dapat dibentuk secara sengaja dan terencana, diproses dan dididikkan; tentu untuk suatu karakter yang berbeda dengan lingkungannya akan memerlukan usaha yang berat namun bukanlah sesuatu yang mustahil. Ada tahapan-tahapan yang harus dilewati, mulai dari dipaksakan secara ketat dan disiplin, kemudian diterima ditataran rasional, dan akhirnya diterima sebagai bagian dari keyakinan. Tindakan mengambil hak orang lain, mencuri atau korupsi secara universal dipandang sebagai tindakan tidak terhormat, tidak layak, tidak bermoral, kejahatan. Namun pandangan pribadi mengenai hal ini dapat mengalami erosi evolutif. Selama proses pendidikan tingkat dasar hingga menengah (bahkan mungkin hingga universitas) pandangan dunia bahwa korupsi adalah suatu tindak kejahatan bisa jadi belum berubah atau bahkan terus mengalami proses penguatan. Dunia pendidikan memang sebuah dunia ideal dan sebagian besar peserta didik memang “terlindungi” di dalam atmosfir ideal itu (walaupun dalam banyak kasus keadaaan ideal di dunia pendidikan juga mengalami erosi akibat kuatnya tekanan lingkungan atau masysrakat yang lebih luas dan kuat). Meskipun demikian tidak diingkari bahwa benih-benih koruptif juga mulai merasuk ke dunia pendidikan, sejak persaingan masuk yang amat ketat (sering memaksa orang tua menempuh jalur yang tidak benar, anak-anak dipaksa untuk berorientasi hanya pada angka kelulusan dan mengabaikan proses). Pendidikan, formal maupun informal, merupakan proses yang amat penting untuk memperlambat erosi evolutif tersebut. Sedikit saja terdapat kesalahan dalam proses pendidikan dapat berakibat fatal, gagal membentuk pribadi dengan karakter kuat, untuk tetap tegak berpijak pada nilai-nilai luhur universal: jujur, tidak menelikung dan mengambil hak orang lain. Jika nilai ini dapat ditegakkan kembali secara massif maka Indonesia masa depan masih akan mempunyai harapan yang dapat dibanggakan. Semoga!



Leave a Reply