Archive for May, 2012

Ah …. Korea Lagi

Thursday, May 31st, 2012

Kemarin saya bertemu dengan 11 (sebelas) Professor dari KAIST (Korea Advanced Institute of Science and Technology) dalam rangka pertemuan kerja sama rutin setiap 2 (dua) tahunan. Kami membicarakan berbagai hal yang dapat dikerjasamakan dalam dua tahuh mendatang. Pertemuan kali ini diselenggarakan di ITB dengan dua fakultas yang menjadi tuan rumah, yaitu FTMD (Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara) dan FTI (Fakultas Teknologi Industri). Tentu digunakan juga oleh tim KAIST untuk mencari anak-anak top ITB yang bersedia melanjutkan studi mereka di KAIST. Perlu diketahui bahwa di KAIST jumlah mahasiswa pasca sarjana lebih banyak dibanding jumlah mahasiswa tingkat sarjana. Jumlah total mahasiswa di KAIST tidak lebih dari sebelas ribu mahasiswa saja. Juga perlu digaris bawahi pula bahwa 25% doktor yang dimiliki oleh Samsung adalah alumni KAIST, 11 % doctor yang menjadi Professor di seluruh universitas di Korea adalah alumni KAIST. Usia KAIST baru 40 tahun, didirikan sekitar awal tahun 70-an, jauh lebih muda dibanding ITB yang didirikan pada tahun 1920. KAIST benar-benar menjadi motor penggerak dan juga otak dari bangkitnya Korea menjadi bangsa dan negara modern yang kini amat canggih dalam sains dan teknologi. Awal tahun tujuh puluhan itu penghasilan per jiwa mereka hanyalah sekitar US$300 per tahun dan kini 40 tahun kemudian telah menjadi di atas US$21000 per jiwa per tahun!! Ada sebuah lompatan sejarah yang luar biasa hanya dalam satu generasi saja. Salah kunci terpenting dari adanya lompatan itu adalah keberanian dan konsistensi pemimpin mereka (almarhum Presiden Park Chung Hee) untuk mendirikan KAIST dan memberinya budget yang praktis tanpa batas disertai objektif yang jelas: melakukan transformasi bangsa sehingga dapat mengalahkan Jepang dalam sains dan teknologi. Itu saja! Tidak ada perdebatan mengenai hal tersebut (mungkin juga karena Presiden Park Chung Hee memang amat ditakuti) dan kemudian dijalankan secara istiqomah, konsisten dan sistematis. Semua mahasiswa KAIST hingga saat ini dibiayai oleh negara dan mereka dipilih secara khusus dari anak-anak bangsa mereka yang terhebat. Di samping itu, di datangkan pula mahasiswa-mahasiswa asing dari 62 negara (calon pasar potensial mereka) dan tentunya Professor-Professor hebat dari luar Korea. Presiden KAIST saat ini adalah mantan Dekan di MIT (Massachussets Institute of Technology) yang kebetulan adalah imigran Korea di USA. Korea (Selatan) merupakan salah satu model pembangunan dan pembangkitan bangsa modern yang sangat cepat (mungkin yang tercepat) yang patut mendapat perhatian khusus dari para pemimpin bangsa Indonesia. Perlu juga digaris bawahi di sini bahwa awal percepatan kebangkitan mereka bukanlah melalui sistem politik demokrasi model Amerika Serikat atau Eropa. Hingga saat ini model dan gaya demokrasi di Indonesia masih sebatas mensejahterakan para politisi dan sejumlah kecil elite saja. Moga-moga 10 tahun ini sudah cukup waktu bagi mereka memperoleh kekenyangan dan kenyamanan sehingga sudah akan segera tiba waktunya untuk mensejahterakan sebagian besar rakyat yang menunggu giliran untuk memperoleh hidup yang lebih bermartabat. Mari berlomba kebaikan dengan Korea Selatan dan sudah seharusnya bangsa Indonesia berada lebih di depan karena mempunyai kelebihan di banding mereka, yaitu dalam hal jumlah manusia dan sumber daya alam.

Nurani dan Pembeda

Wednesday, May 23rd, 2012

Nurani, (atau mungkin) hati-nurani merupakan salah satu sistem yang dimiliki dan berada di dalam diri manusia untuk membimbingnya dalam membedakan antara yang benar dengan yang salah, yang haq dengan yang bathil. Mirip dengan mata yang memerlukan cahaya, nurani juga memerlukan pasangan abadinya agar fungsinya menjadi sempurna. Kehadiran pasangannya itu mutlak diperlukan karena ada derau (noise) yang inherent berada dalam diri manusia yaitu hasrat-hasrat (nafsu) negatif. Kehadiran derau itu bersifat acak, tidak terduga (random, unpredictable). Hal ini juga tidak terlepas dari sesuatu yang juga secara inheren berada di dalam diri manusia yaitu (keinginan) untuk bebas , merdeka. Kebebasan atau kemerdekaan itu sendiri sesungguhnya juga merupakan anugerah yang memang diberikan oleh Tuhan (bahkan termasuk untuk menentangNya sekalipun). Kombinasi antara hasrat-hasrat negatif dan ketersediaan ruang kebebasan itu dapat menghasilkan kekuatan derau yang jauh lebih kuat dari kekuatan nurani. Dalam perjalanan sejarah manusia yang panjang bahkan kekuatan nalarpun menjadi tidak berdaya menolong nurani; alih-alih menolong dan membantu agar nurani menjadi tetap tegar dan kuat, bahkan nalarpun menjadi musuh yang tangguh terhadap nurani. Alangkah banyaknya para koruptor, pecundang, dan penjahat yang mempunyai nalar yang kuat, terstruktur, dan berdisiplin. Para manajer keuangan dalam kasus bangkrutnya sejumlah lembaga keuangan raksasa di Amerika atau runtuhnya Enron, korporasi energi raksasa di Amerika jelas merupakan jebolan dari sekolah-sekolah bisnis elite di Amerika. Mereka mempunyai kekuatan nalar yang tidak diragukan lagi. Pada kenyataannya, akhirnya, mereka dinyatakan gagal secara moral akibat keserakahan (greediness). Ini merupakan sebuah contoh kasus dari betapa nalar dapat menjadi musuh yang amat serius dari nurani sebagai benteng terakhir dari moralitas atau akhlaq mulia. Apakah pasangan abadi dari nurani itu agar dapat berfungsi secara sempurna? Nilai-nilai kebenaran universal yang harus ditempatkan secara absolut, tidak dapat diganggu-gugat (oleh nalar sekalipun) adalah pasangan abadi dari nurani. Misalnya, jangan mengambil sesuatu milik orang lain tanpa seijinnya, atau sederhananya, jangan mencuri. Nilai ini bersifat universal dan jangan pernah menawar terhadap nilai-nilai seperti ini. Ia harus ditempatkan pada posisi keyakinan, diimani, dipatuhi tanpa syarat. Nilai-nilai seperti inilah yang akan menjadi cahaya bagi nurani dan dengan itulah rangsangan dari luar akan transformasikan atau direspons secara benar oleh nurani dalam bentuk aksi yang pada akhirnya akan semakin memperkuat derajat keyakinan itu. Tanpa cahaya tersebut pada akhirnya akan memperlemah kemampuan nurani melakukan transformasi aksi secara benar dan akibatnya memperlemah derajat keyakinan itu. Dalam jangka panjang, yang lebih mengerikan adalah terbentuknya keyakinan baru yang justru bertentangan dengan nilai universal itu sendiri. Inilah bedanya antara mata dan nurani; kerusakan pada mata dengan cepat dirasakan akibatnya oleh pemiliknya sedangkan kerusakan nurani seringkali tidak dirasakan oleh pemiliknya. Kompilasi nilai-nilai universal yang menjadi cahaya bagi nurani adalah Kitab Suci atau Wahyu: Cahaya yang dengannya dapat dibedakan antara yang benar dari yang salah, itulah Sang Pembeda.

Buta

Wednesday, May 16th, 2012

Tanpa cahaya, sesehat apapun mata yang kita miliki, tetap saja yang tampak hanyalah kegelapan, hitam pekat. Cahaya merupakan pasangan mutlak dari mata agar dapat berfungsi secara sempurna. Tanpa itu keberadaan mata menjadi sia-sia dan tentunya ada sesuatu yang hilang jika dibandingkan dengan keadaan normal, bercahaya. Semua yang diperoleh melalui fungsi mata sempurna menjadi hilang; artinya, semua wujud benda, termasuk warna menjadi hilang dan yang tersisa hanyalah kegelapan. Bagi kita yang selama ini sangat mengandalkan keberadaan mata dan cahaya sungguh sulit membayangkan betapa beratnya kehilangan salah satu diantara itu. Mata dapat sakit, cahaya dapat padam. Namun, sungguh ajaib dan mengharukan manakala kita menyaksikan ada sahabat kita yang mengalami gangguan mata berupa kebutaan ternyata dapat menjalani hidup dengan bahagia. Bahkan tidak sedikit pula di antara mereka yang mempunyai prestasi luar biasa walaupun dalam kegelapan total (menurut ukuran manusia yang mempunyai mata yang berfungsi sempurna). Singkatnya, cahaya berfungsi mentransformasikan objek-objek di luar mata menjadi sesuatu yang dapat diproses lebih lanjut oleh mata. Informasi yang dapat diterima oleh mata selanjutnya diproses oleh neuron-neuron otak berupa suatu rekonstruksi atau transformasi balik sehingga objek-objek itu dapat dikenali sebagaimana adanya. Itulah sistem “penglihatan” pada manusia, ada sensor (mata) dan prosesornya (neuron-neuron tertentu dalam otak). Tentu itu semua merupakan suatu proses yang amat rumit. Ada suatu “sistem” lain di dalam tubuh manusia, yang mirip dengan sistem penglihatan, mempunyai perangkat sensor dan tentunya juga prosesornya. Agar sensor itu bekerja secara sempurna juga diperlukan sesuatu di luar dirinya, mirip dengan cahaya untuk kasus mata. Sistem itu sering disebut dengan nurani; sesuatu yang lebih abstrak dibanding “penglihatan” dengan sensor mata itu. Fungsinya hampir mirip dengan sistem “penglihatan”, yaitu juga untuk “melihat” atau tepatnya membedakan antara objek satu dengan objek lainnya. Nurani bukan untuk “melihat” objek-objek fisik namun objek-objek yang abstrak, “membedakan” antara benar dan salah, atau baik dan buruk. Sistem nurani ini juga dapat tidak berfungsi sama sekali alias mati. Namun berbeda halnya dengan sistem penglihatan fisik yang jika tidak berfungsi dengan baik pemiliknya akan merasakan efeknya secara seketika. Nurani yang tidak berfungsi bisa jadi tidak dirasakan oleh pemiliknya. Efek nurani yang rusak tidak mudah untuk dirasakan oleh pemiliknya; bahkan pada umumnya pemilik nurani yang rusak menolak untuk mengakuinya. Kerusakan fungsional nurani bisa disebabkan oleh karena kerusakan sensor, prosesor atau karena ketiadaan “cahaya” pasangan mutlak dari sensornya. Ada yang mengatakan bahwa sensor sistem nurani adalah hati, jantung, atau sesuatu di dalam dada; namun ada pula yang mengatakan sensor itu berupa keseluruhan panca indera; sedangkan prosesornya ada di dalam otak. Lalu pasangannya yang mirip “cahaya” bagi mata itu apa wujudnya? Fungsi “cahaya” dalam sistem nurani itu semestinya juga melakukan proses transformasi dan diujung sistem juga ada semacam proses rekonstruksi atau transformasi balik sehingga yang benar jelas tampak benar dan yang salah jelas tampak salah, tidak ada lagi keraguan atau kekaburan dalam membedakan kedua hal itu. Apakah yang harus ditransformasikan itu?

Jujur

Monday, May 7th, 2012


Bahwa sebelum Baginda Muhammad SAW diangkat menjadi Nabi dan Rasul telah dibentuk oleh Allah SWT sebagai pribadi yang dapat dipercaya, yang dibangun di atas nilai dan karakter jujur, menunjukkan betapa pentingnya nilai kejujuran ini. Nilai ini nampaknya merupakan suatu syarat perlu bagi seseorang yang akan memikul tugas besar, berat dan mulia: tugas kenabian dan kerasulan. Jujur merupakan salah satu perwujudan iman: ia merupakan wujud keyakinan bahwa Allah Maha Melihat. Tidakada satu halpun di dunia ini yang lepas dari penglihatan Allah SWT, baik besar maupun kecil, nyata maupun tersembunyi, di siang maupun malam hari. Ia juga merupakan wujud dari keyakinan bahwa Allah Maha Adil; kejujuran walaupun sering kali nampak sebagai merugikan dalam jangka pendek, namun Allah SWT tidak pernah melupakan hamba-hambaNya yang menjalani hidup dengan kejujuran. Jujur kepada Allah, jujur kepada RasulNya, jujur kepada diri sendiri, dan jujur kepada lingkungannya. Jujur untuk mengakui apapun yang bukan miliknya sebagai bukan miliknya, sehingga jujur kepada Allah SWT menyebabkannya tidak berani mengambil apapun yang memang telah dengan jujur diakuinya sebagai milik orang lain. Alangkah nikmatnya hidup di lingkungan yang dibangun di atas nilai kejujuran ini. Hati tidak pernah merasa kawatir untuk dirugikan oleh orang lain dan sedikitpun juga tidak ada niat untuk merugikan orang lain. Kejujuran nampaknya juga menjadi ciri kecanggihan, kemajuan, dan keadaban suatu masyarakat atau bangsa; semakin maju suatu bangsa, nampaknya semakin jujur tatanannya atau sekurang-kurangnya semakin mendapat perhatian mengenai pentingnya nilai kejujuran itu. Pada dasarnya memang tidak mungkin sains dan teknologi dibangun tanpa kejujuran. Memang benar kejujuran dan bangsa yang berbasis kejujuran dapat dibangun oleh pribadi atau bangsa yang tidak mengenal Tuhan sekalipun, yaitu manakala mereka mampu membangun keyakinan bahwa dalam jangka panjang kejujuran itu memberi manfaat yang luar biasa bagi diri danbangsanya; dan meyakini bahwa setiap kecurangan pada akhirnya akan menghancurkan diri dan masyarakatnya dalam jangka panjang. Kejujuran kemudian menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari harga diri pribadi setiap anggota masyarakat. Memang menjadi suatu ironi dan tragedy manakala pribadi atau bangsa yang menyatakan beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa namun gagal mewujudkan kejujuran sebagai pilar hidup dan kehidupannya. Selama hari ini masih ada dan tersisa, kesempatan untuk membangun kejujuran dalam hidup dan kehidupan senantiasa terbuka lebar. Sebenarnyalah bahwa masyarakat yang dibangun di atas kejujuran bukanlah sebuah utopia tau impian di siang hari bolong. Meruntuhkan kejahiliyyahan bukanlah sebuah hal yang mustahil. Semoga kita dapat mewariskan Indonesia esok yang lebih baik dari hari ini. Sesunguuhnya Allah tidak pernah tidur dan lelah mengawasi tingkah laku makhluq ciptaannYa yang bernama manusia. Sesungguhnyalah pula bahwa Allah SWT Maha Santun, tidak pernah lupa memberi penghargaan kepada hamba-hambaNya yang berjuang di jalanNya dengan menjalani hidup dan kehidupan dengna penuh kenjujuran sebagaimana diteladankan oleh RasulNya Muhammad SAW. Kepada para mahasiswa ITB, selamat berjuang menempuh ujian akhir semester. Demi Tuhan, bangsa dan almamater, bangunlah karakter, identitas dan harga diri kalian di atas landasan nilai-nilai kejujuran. Semoga dengan demikian Allah SWT berkenan melimpahkan berkah dan rahmatNya kepada bangsa ini, aamiin.

Tiga Syarat Perlu

Tuesday, May 1st, 2012

Ada tiga faktor dominan yang menentukan seseorang untuk dapat mewujudkan impiannya. Pertama, komitmen. Sungguh merupakan suatu yang mustahil bagi seseorang untuk dapat mewujudkan impiannya jika ia tidak mempunyai komitmen atau keinginan yang amat kuat untuk itu. Apalagi jika impian itu adalah sesuatu yang nampak mustahil, tampak sayup-sayup tak sampai. Namanya juga impian, tentu merupakan sesuatu yang luar biasa, paling tidak sewaktu belum digapai dan dimiliki. Ia menjadi luar biasa dan tampak mustahil karena untuk memilikinya memang diperlukan usaha yang luar biasa besarnya, banyak kendala dan tantangan yang harus dihadapi atau diselesaikan. Oleh karena itu dapat dipahami jika komitmen menjadi sesuatu yang wajib dimiliki sebagai modal awal. Komitmen itu berasal dari dalam diri, tidak dari luar dan dengan demikian setiap orang mempunyai potensi untuk memilikinya, tidak peduli ia miskin atau kaya. Komitmen pada dasarnya adalah janji pada diri sendiri atas dasar suatu keyakinan bahwa yang diimpikan atau diinginkan itu memang sesuatu yang bisa diraihnya dan ia berniat serta bertekad untuk memilikinya. Karena adanya komitmen inilah maka energi dalam diri selalu dapat dibangkitkan setiap saat dan terus menerus tanpa henti. Gabungan niat, tekad, semangat dan kadang-kadang disertai nekat adalah wujud lain dari komitmen. Kedua, keberhasilan mewujudkan impian tidak pernah sepi dari bantuan orang lain. Bahkan ada yang mengatakan, kontribusi diri dalam mewujudkan impian itu sebenarnya tidak lebih dari sepertiga sedangkan yang dua pertiga berasal dari orang lain, orang-orang disekitarnya, baik secara langsung maupun tidak. Karena faktor inilah maka sikap sombong akan menjadi penghalang terbesar dalam mencapai kesuksesan hidup. Kesombongan menutup diri untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain secara baik dan berarti mengurangi potensi keterlibatan orang lain dalam mewujudkan impiannya. Semakin banyak orang lain yang terlibat berarti akan semakin tinggi puncak impian yang dapat digapainya. Untuk mencapai puncak yang tinggi tentu diperlukan energi yang lebih banyak dan semakin banyak orang yang bersedia berkontribusi berarti semakin banyak tersedia energi yang dibutuhkan. Inilah rahasia yang tersembunyi di balik silaturahmi; ini pula rahasia yang tersembunyi di balik karakter mulia seseorang; karena dengan kedua hal itu sebenarnya seseorang mempunyai cadangan energi yang luar biasa besarnya, yang siap digunakan untuk mencapai puncak tertinggi, yang mungkin tidak terbayangkan sebelumnya. Jangan pernah meremehkan silaturahmi atau jejaring sosial, dan itu memerlukan karakter kuat, dapat dipercaya. Di situlah rahasia betapa pentingnya kejujuran itu. Ketiga, selalu berpikir positif, selalu bersyukur terhadap apapun yang diterima di suatu saat dan di manapun berada. Berpikir positif selalu menyediakan ruang terbuka bagi sebuah kreativitas dan itu berarti membuka peluang tersedianya dua buah alternatif. Manakala seseorang berpikir negatif sebenarnya ia telah menutup dua buah pintu kemudahan, semua menjadi tampak sulit tanpa ada sedikitpun celah untuk lewat. Jangan pernah sedikitpun kecil hati dan kecewa dengan keadaan yang menimpa jika tidak ingin terus berada dalam kekecewaan. Sungguh kecewa dan kecil hati itu seperti sebuah kanker yang tidak pernah berhenti dan mengenal lelah untuk terus menggerogoti, menggerus kekuatan dan berbagai potensi positif. Itulah tiga hal yang menjadi syarat perlu bagi siapapun yang ingin mewujudkan mimpinya.