Buta

May 16, 2012

Tanpa cahaya, sesehat apapun mata yang kita miliki, tetap saja yang tampak hanyalah kegelapan, hitam pekat. Cahaya merupakan pasangan mutlak dari mata agar dapat berfungsi secara sempurna. Tanpa itu keberadaan mata menjadi sia-sia dan tentunya ada sesuatu yang hilang jika dibandingkan dengan keadaan normal, bercahaya. Semua yang diperoleh melalui fungsi mata sempurna menjadi hilang; artinya, semua wujud benda, termasuk warna menjadi hilang dan yang tersisa hanyalah kegelapan. Bagi kita yang selama ini sangat mengandalkan keberadaan mata dan cahaya sungguh sulit membayangkan betapa beratnya kehilangan salah satu diantara itu. Mata dapat sakit, cahaya dapat padam. Namun, sungguh ajaib dan mengharukan manakala kita menyaksikan ada sahabat kita yang mengalami gangguan mata berupa kebutaan ternyata dapat menjalani hidup dengan bahagia. Bahkan tidak sedikit pula di antara mereka yang mempunyai prestasi luar biasa walaupun dalam kegelapan total (menurut ukuran manusia yang mempunyai mata yang berfungsi sempurna). Singkatnya, cahaya berfungsi mentransformasikan objek-objek di luar mata menjadi sesuatu yang dapat diproses lebih lanjut oleh mata. Informasi yang dapat diterima oleh mata selanjutnya diproses oleh neuron-neuron otak berupa suatu rekonstruksi atau transformasi balik sehingga objek-objek itu dapat dikenali sebagaimana adanya. Itulah sistem “penglihatan” pada manusia, ada sensor (mata) dan prosesornya (neuron-neuron tertentu dalam otak). Tentu itu semua merupakan suatu proses yang amat rumit. Ada suatu “sistem” lain di dalam tubuh manusia, yang mirip dengan sistem penglihatan, mempunyai perangkat sensor dan tentunya juga prosesornya. Agar sensor itu bekerja secara sempurna juga diperlukan sesuatu di luar dirinya, mirip dengan cahaya untuk kasus mata. Sistem itu sering disebut dengan nurani; sesuatu yang lebih abstrak dibanding “penglihatan” dengan sensor mata itu. Fungsinya hampir mirip dengan sistem “penglihatan”, yaitu juga untuk “melihat” atau tepatnya membedakan antara objek satu dengan objek lainnya. Nurani bukan untuk “melihat” objek-objek fisik namun objek-objek yang abstrak, “membedakan” antara benar dan salah, atau baik dan buruk. Sistem nurani ini juga dapat tidak berfungsi sama sekali alias mati. Namun berbeda halnya dengan sistem penglihatan fisik yang jika tidak berfungsi dengan baik pemiliknya akan merasakan efeknya secara seketika. Nurani yang tidak berfungsi bisa jadi tidak dirasakan oleh pemiliknya. Efek nurani yang rusak tidak mudah untuk dirasakan oleh pemiliknya; bahkan pada umumnya pemilik nurani yang rusak menolak untuk mengakuinya. Kerusakan fungsional nurani bisa disebabkan oleh karena kerusakan sensor, prosesor atau karena ketiadaan “cahaya” pasangan mutlak dari sensornya. Ada yang mengatakan bahwa sensor sistem nurani adalah hati, jantung, atau sesuatu di dalam dada; namun ada pula yang mengatakan sensor itu berupa keseluruhan panca indera; sedangkan prosesornya ada di dalam otak. Lalu pasangannya yang mirip “cahaya” bagi mata itu apa wujudnya? Fungsi “cahaya” dalam sistem nurani itu semestinya juga melakukan proses transformasi dan diujung sistem juga ada semacam proses rekonstruksi atau transformasi balik sehingga yang benar jelas tampak benar dan yang salah jelas tampak salah, tidak ada lagi keraguan atau kekaburan dalam membedakan kedua hal itu. Apakah yang harus ditransformasikan itu?



Comments are closed.