MUDIK BESAR

September 3, 2012

Mudik lebaran dari waktu ke waktu semakin fenomenal. Tahun ini jumlah korban yang wafat karenanya telah melebihi angka 700 orang. Jauh melampui jumlah korban seluruh terorisme yang pernah dikenal di Indonesia pasca 9/11. Lebih hebatnya lagi jumlah korban itu terus meningkat; artinya, walaupun mudik lebaran dapat diprediksi kapan dan di mana, korban tetap saja meningkat jumlahnya; kekuatan negara nampak tidak berdaya mengantisipasinya, korban-korban tetap berjatuhan. Sungguh mudik lebaran merupakan ritual dengan taruhan nyawa. Mudik lebaran telah menjadi psyche orang dan khas Indonesia; jutaan manusia terlibat di dalam aktivitas ini dan puluhan trilyun rupiah ikut tergelontorkan dalam jendela waktu yang mungkin hanya sekitar sepuluh hari saja. Ada excitement, kegairahan, kegembiraan di mudik pulang kampung selama lebaran. Mengapa? Tentu banyak sekali jawabannya; bisa jadi karena ada orang yang dicintainya sedang rindu menunggunya di kampung halaman; bisa juga karena ingin menunjukkan kesuksesannya di perantauan atau sekedar liburan, ingin ikut merasakan atmosfir lebaran. Yang jelas kegiatan pulang kampung, khususnya di sekitar waktu lebaran, sudah menjadi fitrah manusia Indonesia. Mungkin memang fitrah dari seluruh manusia, di manapun dan kapanpun. Setiap manusia yang sedang merantau atau sekedar bepergian maka selalu yang paling menggembirakan adalah manakala hendak pulang. Memang aneh, semula sangat bergairah sewaktu hendak pergi, namun pada akhirnya nanti, justru menjelang pulanglah yang paling dinantikannya. Segala oleh-oleh dibeli, tidak peduli mungkin nanti akan merepotkan selama perjalanan; ada kegembiraan karena ada yang dirindukannya yang sedang menantinya di rumah, atau sekedar untuk memberi tahu warga sekampung bahwa ia telah sukses. Sebenarnyalah semua manusia sedang dalam perjalanan mudik, pulang………ilaihi roji’un, semua akan kembali pulang kepadaNya. Namun tidak semua manusia merasakannya, atau mungkin takut untuk mengakui dan kemudian mencoba melupakan dari pikirannya. Mudik besar, pulang ke kampung dibalik pintu kematian adalah sebuah kepastian, tidak bisa dihindari walaupun bagaimana, kapan dan di mananya sungguh merupakan misteri bagi setiap diri pribadi. Adakah excitement, kegairahan dan kegembiraan untuk menanti kepulangan ke kampung halaman abadi? Tergantung apakah ada yang dirindukannya di Sana atau tidak, adakah yang akan ‘dipamerkannya’ di Sana atau tidak? Jika mudik kecil itu mampu menggerakkan jiwa dan bahkan dunia, bagaimana dengan mudik besar? Persiapan untuk mudik besar semestinyalah mampu menggetarkan, menggerakkan tidak saja jiwa namun juga ruh, tidak saja dunia bahkan juga alam semesta, teramsuk malaikat. Persiapan mudik besar, mengumpulkan bekal untuk perjalanan agung itu, bahkan telah dapat memancing kekaguman para malaikat. Lebih dari itu, bahkan Sang Penciptapun berkenan menyampaikan salam kepada para pemudik agung, yang telah menjadikan sabar dan shalat sebagai penolongnya dengan penuh kekhusyu’an, yang yakin memang akan pulang menemui kekasihNya, Sang Pencipta Yang Maha Agung. Maka di kampong halaman telah tersedia tempat tinggal agung dan Yang Merindukannyapun menyapanya dengan salam: salamun qaulan min robbirrohiim.



Comments are closed.